Minggu, 03 Mei 2020

Laporan Pemeriksaan Retikulosit

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI III

(Pemeriksaan Retikulosit)


NAMA : NUR SYAFAH SAMAL

NIM : 18 3145 353 071

KELAS : 18B





PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2020






BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Darah merupakan jaringan yang membentuk cairan yang terdiri atas dua bagian besar, yaitu: bagian cair, berupa plasma atau serum dan korpuskuli yakni material darah yang terdiri atas sel-sel darah: sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrisit), dan sel pembeku darah (trombosit). bagian cair pada darah berupa plasma atau serum (Kurniawan, 2018).

Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilin (Suega, 2010).

Retikulosit merupakan parameter yang umum digunakan sebagai penentu keberhasilan terapi pada anemia defisiensi besi, yang menunjukkan respon fisiologis tubuh dengan meningkatkan produksi sel darah merah (Ivana dan Gunawan, 2019).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan, sosial ekonomi, lingkungan dan status kesehatan. Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit cacing (Ivana dan Gunawan, 2019).

Defisiensi besi didefinisikan sebagai penurunan total kandungan besi dalam tubuh yang ditandai dengan turunnya kadar feritin atau saturasi transferin. Sedangkan ADB terjadi saat kondisi DB terjadi cukup berat sehingga mengurangi proses eritropoisis. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada perkembangan otak (Sandry dan Andriastuti, 2019).

Anemia defisiensi besi merupakan masalah yang yang paling lazim di dunia dan menjangkit lebih dari 600 juta remaja. Di Indonesia anemia defisiensi besi pada remaja putri merupakan salah satu masalah gizi yang harus ditangani secara serius. Anemia defisiensi besi di Indonesia menjadi masalah kesehatan dengan prevelensi lebih dari 15% (Ivana dan Gunawan, 2019).

Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan analias otomatis flowsitometer (Suega, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah praktikum pemeriksaan hitung jumlah retikulosit menggunakan pengecatan supravital dengan menggunakan larutan brilliant cresyl blue.


B. TUJUAN

Untuk mengetahui jumlah dari sel retikulosit sehingga dapat membantu dalam diagnosa anemia. 




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DARAH

Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan berfungsi sebagai sarana transpor, alat homeostasis dan alat pertahanan. Darah dibagi menjadi dua bagian yaitu sel darah dan cairan darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan keping sel (trombosit). Cairan darah yang terpisah dari sel darah yaitu plasma atau serum (Maharani dkk, 2017).

Menurut Kurniawan, (2018) menjelaskan tentang peranan penting darah dalam berbagai fungsi tubuh yaitu: 

  1. Penapasan
  2. Nutrisi
  3. Ekskresi
  4. Kekebalan tubuh (imunitas)
  5. Korelasi hormonal
  6. Keseimbangan air dalam tubuh
  7. Pengatur suhu
  8. Tekanan osmotik
  9. Keseimbangan asam basa
  10. Pengatur tekanan darah 

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Manusia rata-rata mempunyai enam liter darah atau sekitar 8% dari total berat badan manusia. Apabila contoh darah diambil kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu disentrifugasi maka tampak darah tersusun atas 55 % plasma darah dan 45 % sel darah.  Darah berbentuk cairan yang berwarna merah, agak kental dan lengket. Darah mengalir di seluruh tubuh kita, dan berhubungan langsung dengan selsel di dalam tubuh kita. Darah terbentuk dari beberapa unsur, yaitu plasma darah, sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Plasma darah merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih dari separuh darah mengandung plasma darah. Hampir 90% bagian dari plasma darah adalah air (Bararah dkk, 2017).


B. STRUKTUR ERITROSIT DAN RETIKULOSIT

Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin (Handayani dan Haribowo, 2008).

Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein (Handayani dan Haribowo, 2008).

Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen (Handayani dan Haribowo, 2008).

Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilin. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit. Pada pasien tanpa anemia hitung retikulositnya berkisar antara 1–2%. Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indicator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau hipoproliferatif. Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan analias otomatis flow sitometer (Suega, 2010).

Pada orang dewasa, sekitar 2 juta sel darah merah baru diproduksi setiap detik. Seiring dengan pematangan sel, diperlukan waktu beberapa hari untuk sel berisi hemoglobin ini menyingkirkan sisa RNA sitoplasma setelah nukleus dikeluarkan. Retikulosit ini sering dapat dibedakan pada apusan darah yang diwarnai Wright karena ukurannya yang besar dan warnanya keabu-abuan atau ungu. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Pada pasien tanpa anemia hitung retikulositnya berkisar antara 1-2%. Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasifikasi. Retikulosit merupakan parameter yang umum digunakan untuk menilai keberhasilan terapi besi pada anemia defisiensi besi (Ivana dan Gunawan, 2019).

Ambang normal retikulosit adalah 10 – 100 x 109/L. Retikuosit adalah ertrosit premature di mana terdaapat sisa-sisa nukleprotein yang tampak sebagai pita halus reticular. Ukurannya lebih besar dibandingkan dengan eritrosit matur, dan jika meningkat, bisa menyebabkan makrositosis (Rubenstain et al, 2007).

Adanya peningkatan (retikulositosis) menunjukkan hiperaktivias sumsum tulang akibat, hilangnya atau destruksi eritrosit misalnya perdarahan, respons terhadap pengobatan anemia misalnya pada anemia pernisiosa dengan vitamin B12 atau hemolisis (Rubenstain et al, 2007).


C. ERITROPOIESIS

Seperti sel lainnya yang beredar didarah tepi, sel darah merah berasal dari pluripotential hematopoitic stem cell dibawah pengaruh lingkungan mikro sumsum tulang dan beberapa jenis sitokin tertentu yang bekerja pada fase awal dari hematopoiesis. Sel induk ini akan berkembang menjadi stem cell yang committed untuk satu jenis sel darah. Pada proses eritropoiesis sel ini disebut sebagai committed eritroid progenitor cell. Pada fase ini sel ini belum bisa dibedakan dengan stem cell lainnya dan seperti juga stem cell, sel induk eritroid ini beredar secara bebas didarah tepi. Pada tingkat ini mulai akan diekspresikan reseptor sitokin khusus yaitu EpoR (receptor for erythropoietin). Eritropoitin ini akan merangsang proses proliferasi dan hiperplasia dari sel induk eritroid. Apabila eritropoitin ini tidak ada maka sel induk eritroid akhirnya akan mati (apoptosis). Eritropoitin manusia merupakan glikoprotein 193-amino acid dengan berat molekul 34KD. Sekitar 90% eritropoitin ini dihasilkan di ginjal dan sisanya berasal dari organ ekstrarenal (Seuga, 2010).

Hipoksia atau anemia akan merangsang sel yang memproduksi eritropoietin akan membuat dan melepaskan eritropoietin ini kedalam darah dan akan beredar menuju ke jaringan yang membutuhkannya terutama sel progenitor eritroid di sumsum tulang untuk memacu proses pembentukan SDM (eritropoiesis). Sebagai akibatnya akan terjadi peningkatan pelepasan retikulosit ke darah tepi sehingga bisa mengatasi keluhan anemia. Sehingga apabila didapatkan kosentrasi retikulosit yang rendah pada penderita dengan infeksi kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena produksi eritropoietin yang tidak adekuat atau respon sel induk eritroid yang sub optimal. Oleh karena aktivitas eritropoitin ini sangat spesifik terhadap sel eritroid. Maka sekarang ini banyak dikembangkan rekombinan eritopoitin yang bersal dari manusia, yang digunakan secara luas untuk mengobati penderita anemia pada gagal ginjal atau penekanan sumsum tulang akibat keganasan. Bahkan akhir-akhir ini banyak diduga disalahgunakan sebagai doping oleh para atlit papan atas untuk meningkatkan performannya (Seuga, 2010).


Dibawah pengaruh eritropoietin maka sel induk eritroid akan membelah dan berdiferensiasi. Mula-mula akan muncul sel pronormoblast yang merupakan sel besar dan pada sel inilah pertama kali ditemukan adanya pembentukkan hemoglobin. Dan mulai fase ini sel muda dari garis keturunan eritroid dapat dikenali secara morfologi. Selanjutnya pematangan akan terjadi di sumsum tulang dimana sel proeritroblast akan menjadi basophilic normoblast, polychromatophilic normoblast, orthochromatophilic normoblast, dan pada akhirnya akan mematangkan diri menjadi retikulosit. Setiap langkah pematangan tersebut akan diikuti dengan perubahan berupa peningkatan jumlah hemoglobin, ukuran menjadi lebih kecil, inti sel menjadi lebih piknotik yang pada akhirnya akan menghilang pada saat sel ini akan dikeluarkan dari sumsum tulang. Retikulosit yang baru dikeluarkan dari sumsum tulang masing mengandung ribosomedan RNA dan masih terus memproduksi hemoglobin. Setelah 1 –2 hari di darah tepi retikulosit akan kehilangan ribosome dan RNA nya dan akan menjadi sel eritrosit matang (Seuga, 2010).


D. PERKEMBANGAN DAN PEMATANGAN RETIKULOSIT

Selama proses eritropoiesis sel induk eritrosit yang paling tua atau late-stage erytroblasts akan mengalami pematangan dengan menghilangnya inti sehingga menjadi retikulosit. Dalam periode beberapa hari proses pematangan ini ditandai dengan:

  1. Penyempurnaan pembentukan hemoglobin dan protein lainya seperti halnya sel darah merah yang matang
  2. Adanya perubahan bentuk dari besar kelebih kecil, unifom dan berbentuk biconcave discoid
  3. Terjadinya degradasi protein plasma dan organel internal serta residual protein lainnya (Seuga, 2010).

Bersamaan dengan adanya perubahan intrinsik ini retikulosit akan bermigrasi ke sirkulasi darah tepi. Namun demikian populasi retikulosit ini bukanlah sesuatu yang homogen oleh karena adanya tingkatan maturasi yang berbeda dari retikulosit tersebut. Dengan meningkatnya rangsangan eritropoisis seperti misalnya adanya proses perdarahan atau hemolisis, jumlah dan proporsidari sel retikulosit muda akan meningkat baik didalam sumsum tulang maupun didarah tepi. Ada perbedaan masa hidup antara retikulosit normal dan retikulosit muda (imatur) yaitu membrane retikulosit imatur akan lebih kaku dan tidak stabil, disamping itu retikulosit imatur ini masih mempunyai reseptor untuk protein adesif sedangkan retikulosit normal telah kehilangan reseptor ini begitu sel ini bermigrasi ke perifer. Suatu studi memperkirakan lama waktu tinggal retikulosit disumsum tulang sebelum memasuki sirkulasi darah tepi bervariasi antara 17 jam pada tikus normal sampai 6,5 jam pada tikus yang menderita anemia (Seuga, 2010).

Walaupun retikulosit baik disumsum tulang maupun didarah tepi bisa dipisahkan dari kontaminasi sel yang sama dari kompartemen yang berbeda akan tetapi pemisahan ini tidak sempurna sekali sehingga metode untuk membedakan masih perlu disempurnakan untuk mengetahui dengan tepat fungsi fisiologisdan maturasi dari retikulosit. Diperkirakan waktu pematangan retikulosit adalah berkisar antara 2–5 jam, tergantung metode yang dipakai, spesies yang dipelajari dan juga tingkat stimulasi proses eritropoesis tersebut.  Faktor yang menentukan kapan retikulosit keluar dari sumsum tulang ke sirkulasi masih belum jelas diketahui (Seuga, 2010).

Retikulosit yang sangat muda (imatur) adalah retikulosit yang dilepaskan kedarah tepi akibat adanya rangsangan akiba tanemiadanhalinidisebutstressed reticulocyte. Retikulosit jenis ini mempunyai masa hidup invivo yang lebih pendek apabila ditranfusikan kedalam resipien normal dan secara umum dianggap sel ini tidak normal karena tidak melalui perkembangan sel yang normal sampai ke divisi terminal dari perkembangan retikulosit (Seuga, 2010).


E. PARAMETER DARI RETIKULOSIT

Dengan metode flowcytometer akan memungkinkan pengukuran parameter retikulosit yang lebih banyak diantaranya adalah retikulosi tsel volume (MCVr), kosentrasi hemoglobin (MCHCr), dan kandungan hemoglobin rerata (CHr). Pada subyek normal, terapi eritropoetin akan meningkatkan MCVr dan menurunkan MCHCr. Dan dengan kadar serum ferritin yang lebih besar dari 100 u/l tidakakan didapatkan adanya retikulosit hipokromik. Pemeriksaan CHr banyak dilakukan pada penderita yang menjalani dialisis. CHr ini menunjukkan sensitifitas 100% dan spesifisitas 80% dan lebih akurat sebagai prediktor untuk mengetahui respon terhadap terapi besi dibandingkan serum feritin atau saturasi transferin. Studi lain menunjukkan dengan base line CHr kurang dari 28 pg mempunyai sensitifitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 71% untuk mendeteksi adanya eritropoiesis iron-restricted dibandingkan dengan 50% dan 39% untuk pengukuran parameter biokimia yang biasa (Seuga, 2010).





BAB III

METODE PRAKTIKUM


A. PRA ANALITIK

1. Persiapan pasien

Tidak memerlukan persiapan khusus


2. Persiapan sampel

Tidak memerlukan persiapan khusus


3. Metode tes

Pewarnaan Wright


4. Prinsip pemeriksaan

Granula-granula yang halus pad aretikulosit dapat diwarnai dengan biru kresil. Apusan darah dipulas dengan pewarna dan sejumlah eritorsit diamati dibawah mikroskop. Melalui pemeriksaan mikroskopik ini, ditentukan jumlah retikulosit per liter darah atau proporsi retikulosit terhadap eritrosit.


5. Alat dan bahan

a) Alat

Mikroskop

Kaca objek

Kaca pengapus

Tabung reaksi

Rak tabung reaksi

Tally counter (manual)

Pipet tetes

b) Bahan

Sampel darah kapile/vena EDTA

Larutan cresyl blue jenuh


B. ANALITIK

  1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
  2. Dimasukan 3 tetes larutan cresyl blue kadalam tabung reaksi
  3. Ditambahkan 3 tetes darah EDTA kedalam tabung reaksi yang berisikan larutan cresyl blue tadi
  4. Dikocok tabung pelan-pelan untuk menghomogenkan larutan yang ada didalamnya. 
  5. Diinkubasi selama 15 menit.
  6. Dipipet setetes larutan tersebut dan pindahkan ke kaca objek untuk membuat apusan
  7. Dengan kaca pengapus, buat apusan tipis dari tetesan tersebut, kemudian diamkan apusan hingga kering.
  8. Periksa apusan dengan objektif 100x, memakai minya imersi. Amati bagian ujung apusan tempat eritrosit-eritrosit terpisah satu sama lain; eritorsit akan tampak berwarna biru pucat. Periksa minimal 100 eritrosit, hitung dengan teliti jumlah eritrosit total dan jumlah retikulosit yang ditemukan di antaranya.
  9. Presentase dari jumlah retikulosit

Kadar retikulosit (%) = 

Retikulosit per μL darah : Kadar % x jumlah eritrosit per μL darah


C. PASCA ANALITIK

Nilai Rujukan

Dewasa : 0,5 – 1,5%

Bayi baru lahir : 2,5 – 6,5%

Bayi : 0,5 – 3,5%

Anak : 0,5 – 2,0%



BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kegiatan praktikum Hematologi III ini dilakukan praktikum pemeriksaan hitung jumlah retikulosit dengan menggunakan cara manual yaitu menggunakan larutan pewarna brilliant cresyl blue. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dari sel retikulosit sehingga dapat membantu dalam diagnosa anemia. 

Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilin. 

Retikulosit merupakan parameter yang umum digunakan sebagai penentu keberhasilan terapi pada anemia defisiensi besi, yang menunjukkan respon fisiologis tubuh dengan meningkatkan produksi sel darah merah.

Adapun prinsip dari pemeriksaan ini yaitu, granula-granula yang halus pad aretikulosit dapat diwarnai dengan biru kresil. Apusan darah dipulas dengan pewarna dan sejumlah eritorsit diamati dibawah mikroskop. Melalui pemeriksaan mikroskopik ini, ditentukan jumlah retikulosit per liter darah atau proporsi retikulosit terhadap eritrosit.

Hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan pada pemeriksaan yaitu, mikroskop, kaca objek, kaca pengapus, tabung reaksi, rak tabung reaksi, tally counter (manual) dan pipet tetes. Bahan yang digunakan pada pemeriksaan retikulosit adalah sampel darah kapile/vena EDTA dan larutan cresyl blue jenuh.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dilakukan pengambilan darah vena menggunakan spoit spoit 3 cc dan masukkan kedalam tabung EDTA. Sampel darah yang digunakan adalah darah EDTA, darah EDTA adalah darah yang diberikan antikoagulan untuk menghindari terjadinya pembekuan darah ketika pemeriksaan berlangsung.

Adapun cara kerja pada pemeriksaan retikulosit adalah dimasukan 3 tetes larutan cresyl blue dan 3 tetes darah EDTA kadalam tabung reaksi. Larutan cresyl blue berfungsiuntuk mewarnai inti dari retikulosit sehingga nanti ketika diamati dibawah mikroskop inti dari retikulosit akan berwarna biru. Kemudian larutan tersebut dihomogenkan dengan cara dikocok tabung pelan-pelan. Kemudian diinkubasi selama 15 menit, hal ini bertujuan agar inti dari sel retikulosit dapat terwarnai dengan sempurna. Selanjutnya, dipipet setetes larutan tersebut dan pindahkan ke kaca objek untuk membuat apusan, dengan kaca pengapus, buat apusan tipis dari tetesan tersebut, kemudian diamkan apusan hingga kering. Dan periksa apusan dengan objektif 100x, memakai minya imersi. Amati bagian ujung apusan tempat eritrosit-eritrosit terpisah satu sama lain; eritorsit akan tampak berwarna biru pucat. Periksa minimal 100 eritrosit, hitung dengan teliti jumlah eritrosit total dan jumlah retikulosit yang ditemukan di antaranya. Kemudian jumlah tersebut dimasukkan dalam rumus presentase dari jumlah retikulosit.

Adapun hasil dari pemeriksaan sel retikulosit pada pasien yaitu didapatkan hasil 0,2%.

Adapun fakto-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium yaitu,

  1. Bila hematokritnya rendah maka perlu untuk ditambahkan darah
  2. Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapat cat pada sel-sel eritrosit sehingga terlihat seperti retikulosit
  3. Menghitung di daerah yang terlalu padat
  4. Peningkatan kadar glukosa akan mengurangi pewarnaan

Adapun sumber kesalah yang dapat terjadi dalam pemeriksaan retikulosit adalah:

  1. Tahap Pra Analitik

Pada pengambilan sampel darah vena

  • Menggunakan jarum dan spoit yang basah
  • Menggunakan ikatan pembendung terlalu kuat dan lama, sehingga menyebabkan hemokonsentrasi
  • Terjadinya bekuan dalam spuit karena lambatnya kerja
  • Terjadinya bekuan dalam botol karena darah tidak tercampur tepat dengan antikoagulan

2. Tahap Analitik

Pada pembuatan darah apus

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan dalam pembuatan darah apus yaitu:

  • Darah yang cepat menggumpal atau mongering saat diteteskan pada kaca objek
  • Kurangnya pengalaman dan kesabaran praktikan
  • Ketebalan apusan juga dapat mempengaruhi sel
  • Lama waktu dalam pewarnaan juga dapat berpengaruh, karena daya serap jaringan berbeda
  • Cat yang tidak disaring akan membentuk endapat pada eritrosit
  • Perubahan pH cat kea rah asam akan menyebabkan reticulum berbentuk granula halus, sedangkan perubahan kea rah alkali akan menyebabkan reticulum berbentuk noktah

3. Tahap Pasca Analitik

Pada tahap ini didapatkan hasil perhitungan retikulosit, namun perlu diperhatikan juga hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan penghitungan sebagai berikut:

  • Pengendapan cat pada eritrosit akan tampak sebagai retikulosit, sehingga kemungkinan terhitung sebagai retikulosit
  • Benda inklusi pada eritrosit ditafsirkan sebagai retikulosit, misalnya basofilik stipling


BAB V
PENUTUP 
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pemeriksaan retikulosit ini yaitu 0,2%, dapat disimpulkan bahwa pasien tidak menderita anemia karena kadar retikulositnya berada pada range kurang dari nilai normalnya.

B. SARAN
Diharapkan untuk kedepannya pada proses praktikum, para praktikan dapat bekerja dengan lebih tenang dan teliti.










DAFTAR PUSTAKA

Bararah, S Azizi dkk. 2017. Implementasi Case Based Reasoning untuk Diagnosa Penyakit Berdasarkan Gejala Klinis dan Hasil Pemeriksaan Hematologi dengan Probabilitas Bayes (Studi Kasus: Rsud Rejang Lebong). Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Handayani, Wiwik dan Haribowo, S Andi. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Ivana, L Zefika dan Gunawan, S Lucia. 2019. Perbedaan Jumlah Retikulosit Sebelum dan Sesudah Pemberian Tablet Tambah Darah. Surakarta: Universitas Setia Budi Surakarta.

Kurniawan, F Bakri. 2014. Hematologi Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta: EGC.

Maharani, R Dewi, dkk. 2017. Perbedaan Hitung Jumlah Trombosit Metode Impedansi, Langsung Dan Barbara Brown. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Rubenstain, David dkk. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis Edisi Keenam. Penerbit Erlangga.

Sandry, M Ika dan Andriastuti, Murti. 2019. Laporan kasus berbasis bukti Peran Reticulocyte Hemoglobin Content (RET-He) dalam Mendeteksi Defisiensi Besi pada Anak. Jakarta: Universitas Indonesia.

Seuga, Ketut. 2010. Aplikasi Klinis Retikulosit. Denpasar: Universitas Udayana.



















Pemeriksaan Ferritin dan TIBC

 HEMATOLOGI III

(Tes Feritin dan TIBC (Total Iron Binding Capacity))




NAMA : NUR SYAFAH SAMAL

NIM : 18 3145 353 071

KELAS   : 2018 B




PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2020






Tes TIBC (Total Iron Binding Capacity)

Pra Analitik

1. Persiapan pasien

Pasien dianjurkan untuk menghentikan terapi oral Fe minimal 12 jam sebelum dilakukan sampling.


2. Persipan sampel

a) Dilakukan pengambilan darah vena menggunakan tabung vakum tutup merah, darah yang diambil didiamkan selama 15-20 menit pada suhu kamar. Kemudian sampel tersebut disentrifus salama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pastikan tidak ada bekuan. Pisahkan serum kewadah lain, dambil dengan menggunakan pipet tetes secara berhati-hati agar tidak tercampur dengan sel darah

b) Tabung yang digunakan disposable plastic atau jika menggunakan glassware harus dicuci dengan detergen, direndam dalam HCl 2 mol/L selama 12 jam dan selanjutnya dibilas dengan iron-free water.


3. Prinsip tes

TIBC = serum iron + UIBC

Serum ditambahkan besi (Ferri klorid) yang berlebih. Besi yang tidak terikat transferrin akan diabsorbsi oleh magnesium carbonate, kemudian kadar besi serum diukur


4. Alat dan bahan

a) Alat

Tabung reaksi

Sentrifus

Spektrofotometer

Pipet tetes

b) Bahan

Serum

Reagen TIBC 

Basic magnesium carbonate

Saturating solution (100 μmol Fe/L)

Tambahkan 17,7 ml deionized water, 100 μL HCl 1 mol/L, 100 μL larutan standar. Saturating iron solution mengandung 5,6 μg Fe/mL, kemudian dicampur. Stabil dalam 2 bulan pada suhu ruangan 


Analitik

Prosedur Kerja

  1. Dimasukkan 0,5 ml serum dalam tabung dan tambahkan 0,5 ml saturating iron solution
  2. Dihomogenkan dan diamkan selama 15 menit pada suhu ruangan
  3. Ditambahkan100 mg magnesium carbonate kemudian dikocok
  4. Diamkan selama 30 menit (sekali-kali dikocok)
  5. Disentrigus 13.000 g selama 4 menit
  6. Diambil 0,5 supernatantnya
  7. Kemudian diperiksan seperti pemeriksaan SI, dengan cara:
  • Disiapkan 3 tabung dengan ketentuan:
  • Tabung 1 untuk sampel, berisi 0,5 ml serum dan 0,5 ml protein presipitant
  • Tabung 2 untuk standar, berisi 0,5 ml larutan standar dan 0,5 ml protein presipitant
  • Tabung 3 untuk blanko, berisi 0,5 ml iron free water dan 0,5 ml protein presipitant
  • Dihomogenkan larutan dan tunggu selama 5 menit
  • Disentrifus dengan kecepatan 13.000 g selama 4 menit
  • Diambil supernatant dari sampel dan pindahkan ke tabung lainnya
  • Pada ketiga tabung (sampel (supernatant), standar dan blank) masing-masing ditambahkan 0,5 ml larutan kromogen.
  • Dihomogenkan dan tungggu selama 10 menit
  • ibaca absorbans pada panjang gelombang 562 nm

(catatan : jika menggunakan plasma EDTA maka terjadi perubahan warna yang lambat, dan harus ditunggu selama 15 menit sebelum dikur absorbansinya).


Nilai rujukan

TIBC : 47-70 μmol/L


Pasca Analitik

Interpretasi hasil

Penurunan TIBC dan saturasi TIBC lebih besar pada defisiensi besi karena penyakit sistemik dibanding pada defisiensi besi



Tes Ferritin

Pra Analitik

1. Persiapan pasien

Pasien dianjurkan untuk menghentikan terapi oral Fe minimal 12 jam sebelum dilakukan sampling.


2. Persipan sampel

Dilakukan pengambilan darah vena menggunakan tabung vakum tutup merah, darah yang diambil didiamkan selama 15-20 menit pada suhu kamar. Kemudian sampel tersebut disentrifus salama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pastikan tidak ada bekuan. Pisahkan serum kewadah lain, dambil dengan menggunakan pipet tetes secara berhati-hati agar tidak tercampur dengan sel darah


3. Prinsip Tes

Pemeriksaan ferritin serum memakai metode ELISA dengan cara double sandwich. Antibody dengan high affinity terhadap ferritin (antiferitin Ig G) akan berikatan dengan feritin serum dan selanjutnya delabeli dengan enzim horseradish peroxidase


4. Alat dan Bahan

a) Alat

Tabung reaksi

Sentrifus

Spektrofotometer

Pipet tetes

Mikropipet

Tip

b) Bahan

Serum

Preparat antiferitin Ig G yang dikonjugasi dengan horseradish peroxidase

Larutan standar ferritin

Buffer A : phosphate-buffered saline pH 7,2

Buffer B : 5 gram BSA (Bovine Serum Albumin) dalam 1 liter buffer A

Buffer C : Carbonate buffer pH 9,6

Buffer D : Citrate phosphate buffer pH 5

Larutan substrat



Analitik

Pembuatan larutan standar ferritin

  1. Encerkan human ferritin 200 μg/ml ke dalam air. Encerkan larutan ferritin 200 μg/ml kedalam 10 μl.ml dalam 0,05 mol/l larutan sodium barbitone yang terdiri dari 0,1 mol/l NaCl 0,02% NaN da BSA 5 gr/dl), pH disesuaikan sampai pH 8 dengan menambah HCl 5 mol/l
  2. Bagi dalam 200 tabung kecil, masing-masing berisi 200 μl, tutup rapat dan tahan sampai 1 tahun pada suhu 4oC
  3. Jika akan dipakai, encerkan dengan buffer B sampai 1000 μg/l dan siapkan larutan dalam range 0,2 – 25 μg/l (bandingkan dengan standar WHO untuk uji serum ferritin 94/572)

Pemeriksaan ferritn serum

  1. Lapisi microtitreplate, dengan cara:
  • Preparat antiferritin Ig G diencerkan dengan 2 μg.ml buffer C, tambahkan 200 μl kedalam tiap-tiap sumuran
  • Tutup dan inkubasi semalam pada suhu 4oC. kosongkan sumuran dengn cara dibalik dan ditapping pada handuk kering
  • Tambahkann 200 μl 0,05% BSA dalam buffer C, diamkan 30 menit dalam suhu ruangan
  • Cuci tiap sumuran dengan buffer A sampai 3x. plate dapat disimpan sampai 1 minggu pada tempat kering dan suh 4oC

2. Encerkan 50 μl serum pasien dengan 1 ml buffer B

3. Tambahkan 200 μl larutan standart dan serum pasien ke dalam tuap sumuran dalam waktu 20 menit

4. Tutup dan diamkan selama 20 menit pada suh kamar dan jauhkan dari snar matahari

5. Kosongkan sumuran dan cuci 3x dengan buffer A

6. Tambahkan 20 μl preparat konjugasi antiferitin Ig G dengan horseradish peroxidase yang sudah diencerkan, tutup dan diamkan selama 2 jam pada suhu kamar

7. Cuci 3x dengan buffer A

8. Tambahkan 200 μl larutan substrat pada taip-tiap sumuran, inkubasi selama 30 menit

9. Tambahkan 50 μl asam sulfur 4M pada tiap-tiap sumuran untuk menghentikan reaksi

10. Tunggu 30 menit dan baca absorbannya pada 492 nm dengan microtitre plate reader, atau ambil 200 μl larutan dari tiap sumuran dan masukkan dalam 800 μl air, baca dengan fotometer


Pasca Analitik

Nilai Rujukan : <20 mg/dL

Senin, 27 April 2020

Laporan Pemeriksaan Darah Rutin

 LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI III

(Pemeriksaan Darah Lengkap dengan Cara Automatik)


NAMA : NUR SYAFAH SAMAL

NIM : 18 3145 353 071

KELAS : 18B



PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN 

INFORMATIKA

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2020






BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Darah merupakan jaringan yang membentuk cairan yang terdiri atas dua 

bagian besar, yaitu: bagian cair, berupa plasma atau serum dan korpuskuli yakni 

material darah yang terdiri atas sel-sel darah: sel darah putih (leukosit), sel darah 

merah (eritrosit), dan sel pembeku darah (trombosit). bagian cair pada darah 

berupa plasma atau serum (Kurniawan, 2018).

Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk 

mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. Beberapa data 

pemeriksaan laboratorium dirancang untuk tujuan tertentu misalnya untuk 

mendeteksi adanya gangguan fungsi organ, menentukan resiko suatu penyakit, 

memantau progresivitas penyakit, memantau kemajuan hasil pengobatan, dan 

sebagainya (Bararah dkk, 2017). 

Pemeriksaan hematologi rutin dapat menentukan kualitas kesehatan. 

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosis dan memantau penyakit 

dengan melihat kenaikan dan penurunan jumlah sel darah (Bararah dkk, 2017).

Tuberkulosis atau disebut TB adalah penyakit inflamasi kronik yang 

masih menjadi masalah kesehatan dunia termasuk di Indonesia. Pada TB terjadi 

proses inflamasi yang dapat memengaruhi sistem hematopoesis. Terjadi 

perubahan hasil pemeriksaan hematologi yang sangat beragam baik leukosit, 

eritrosit, trombosit, maupun laju endap darah (LED) (Sundari dkk, 2017).

Pemeriksaan hematologi yaitu pemeriksaan darah rutin yang dapat 

dilakukan dengan cara manual dan dengan cara automatik yang mencakup 

parameter pemeriksaan seperti jumlah leukosit, jumlah eritrosit, jumlah 

trombosit, kadar hemoglobin, hematokrit, laju endap darah, pembuatan sediaan 

apusan darah, dan pemeriksaan sedimen darah. Pada cara manual, pemeriksaan 

darah rutin atau pemeriksaan darah lengkap ini dilakukan satu-satu untuk 

masing-masing parameter pemeriksaannya. Sedangkan untuk cara automatic, 

pemeriksaan darah rutin dilakukan dengan menggunakan alat hematology

analyzer yang dimana hasil yang dikeluarkan adalah hasil dari seluruh parameter pemeriksaan darah rutin, hasil yang keluar pada alat hematology 

analyzer ini berupa paper.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah praktikum pemeriksaan 

darah rutin atau darah lengkap dengan menggunakan metode automatik 

menggunakan alat hematology analyzer.


B. TUJUAN

Untuk mengetahui jumlah atau hasil dari parameter pada pemeriksaan 

darah rutin menggunakan alat hematology analyze yang dapat digunakan untuk 

membantu menegkkan diagnosa pada pasien.



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DARAH

Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, 

berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang 

dinamakan sebagai pembuluh darah dan berfungsi sebagai sarana transpor, alat 

homeostasis dan alat pertahanan. Darah dibagi menjadi dua bagian yaitu sel 

darah dan cairan darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel 

darah putih (lekosit) dan keping sel (trombosit). Cairan darah yang terpisah dari 

sel darah yaitu plasma atau serum (Maharani dkk, 2017).

Menurut Kurniawan, (2018) menjelaskan tentang peranan penting 

darah dalam berbagai fungsi tubuh yaitu: 

1. Penapasan

2. Nutrisi

3. Ekskresi

4. Kekebalan tubuh (imunitas)

5. Korelasi hormonal

6. Keseimbangan air dalam tubuh

7. Pengatur suhu

8. Tekanan osmotik

9. Keseimbangan asam basa

10. Pengatur tekanan darah 

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah 

mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga 

menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan 

mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan 

mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Manusia rata-rata mempunyai 

enam liter darah atau sekitar 8% dari total berat badan manusia. Apabila 

contoh darah diambil kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu 

disentrifugasi maka tampak darah tersusun atas 55 % plasma darah dan 45 % 

sel darah. Darah berbentuk cairan yang berwarna merah, agak kental dan lengket. Darah mengalir di seluruh tubuh kita, dan berhubungan langsung 

dengan selsel di dalam tubuh kita. Darah terbentuk dari beberapa unsur, yaitu 

plasma darah, sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Plasma darah 

merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih dari separuh darah 

mengandung plasma darah. Hampir 90% bagian dari plasma darah adalah air 

(Bararah dkk, 2017).


B. HEMATOPOIESIS

Hematopoiesis merupakan proses pembentukan darah. Tempat 

hematopoiesis pada menusia berpindah-pindah, sesuai dengan usianya. Proses 

pembentukan darah pada usia 0 – 3 bulan intraurine terjadi pada yolk sac, pada 

usia 3 – 6 bulan intraurine terjadi pada hati dan limpa. Sedangkan pada usia 4 

bulan intrauterine samapi dewasa proses pembentukan darah terjadi di sumsum 

tulang (Handayani dan Haribowo, 2008).

Pada orang dewasa dengan keadaan fisiologis, semua hematopoiesis 

terjadi di sumsum tulang. Dalam keadaan patologis, hematopoiesis terjadi di 

luar sumsum tulang, terutama di lien yang disebut sebagai hematopoiesis

(Handayani dan Haribowo, 2008).


C. STRUKTUR SEL-SEL DARAH

1. Sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan 

diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen 

masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara 

membrane dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena 

didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin (Handayani 

dan Haribowo, 2008).

Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, 

serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, 

fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein (Handayani dan 

Haribowo, 2008).

Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah 

merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen (Handayani dan 

Haribowo, 2008).

2. Sel darah putih (Leukosit)

Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan 

perantaraan kaki palsi (pseupodia). Mempunyai bermacam-macam inti sel, 

sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening 

(tidak berwarna) (Handayani dan Haribowo, 2008).

Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis￾jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu 

limfosit T dan B, monosit dan magrofag; serta golongan yang bergranila 

yaitu eosinophil, basophil dan neutrophil (Handayani dan Haribowo, 2008).

3. Keping darah (Trombosit)

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak 

berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4 

µm, berbentuk cakram bikonveks dengan volume 5-8 fl. Fungsi trombosit 

berhubungan dengan pertahanan, untuk mempertahankan keutuhan 

jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha menutup luka, 

sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan darah dan terlindung dari 

penyusupan benda atau sel asing (Maharani dkk, 2017).

Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi 

sitoplasma megakariosit. Megakariosit mengalami pematangan dengan 

replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma 

sejalan dengan penambahan lobus menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai 

stadium dalam perkembangannya, sitoplasma menjadi granular dan 

trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan 

mikrovaskuler dalam sitoplasma sel yang menyatu yang membentuk 

pembentukan mikrovaskuler dalam sitoplasma sel yag menyatu 

membentuk membran pembatas trombosit. Tiap megakariosit bertanggung 

jawab untuk menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu semenjak 

difensiasi sel induk manusia sampai bahkan produksi trombosit berkiasar sekitar 10 hari. Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109 /L dan 

lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari (Mutolo dkk, 2015).


D. HEMOGLOBIN

Hemoglobinadalah metalprotein pengangkut oksigen yang 

mengandung besi dalam sel merah dalam darah manusia dan hewan lainnya. 

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, 

suatu molekul organic dengan satu atom besi (Munzir, 2019).

Hemoglobin adalah protein yang akan zat besi. Memiliki afinitas (daya 

gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin 

di dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah 

Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen 

pada darah (Munzir, 2019).


E. HEMATOKRIT

Hematokrit adalah tes yang mengukur presentase darah itu terdiri dari 

sel darah merah. Atau juga sering disebut disebut dengan packed cell volume 

(PCV) atau fraksi volume eritrosit.hematokrit dianggap sebagai bagian integral 

dari hitung darah lengkap seseorang., bersama dengan konsentrasi hemoglobin, 

jumlah platelet dan jumlah sel darah putih (Gebretsadkan et al, 2015).

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya anemia, kehilangan darah, 

gagal ginjal kronis, serta defisiensi vitamin B dan C. apabila terjadi 

peningkatan kadar hematokrit, dapat menunjukkan indikasi adanya dehidrasi, 

asidosis, trauma, pembedahan dan lain-lain (Uliyah dan Hidayat, 2008).


F. LAJU ENDAP DARAH (LED)

Laju Endap Darah (LED), dalam bahasa inggris disebut Erytrocyte 

Sedimentation Rate (ESR) atau Blood Sedimentation Rate (BSR) adalah 

pemeriksaan untuk menentukan kecepatan eritrosit mengendap dalam darah 

yang tidak membeku (darah berisi antikoagulan) pada suatu tabung vertikal 

dalam waktu tertentu. Laju Endap Darah (LED) pada umumnya digunakan 

untuk mendeteksi dan memantau adanya kerusakan jaringan, inflamasi dan 

menunjukkan adanya penyakit (bukan tingkat keparahan) baik akut maupun 

kronis, sehingga pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) bersifat tidak spesifik tetapi beberapa dokter masih menggunakan pemeriksaan Laju Endap Darah 

(LED) untuk membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit sebagai 

pemeriksaan screening (penyaring) dan memantau berbagai macam penyakit 

infeksi, autoimun, keganasan dan berbagai penyakit yang berdampak pada 

protein plasma (Sukarmin dan Iqlima, 2019).

Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan untuk menentukan 

kecepatan eritrosit mengendap dalam darah yang berisi berisi antikoagulan 

pada suatu tabung vertikal dalam waktu tertentu. LED pada umumnya 

digunakan untuk mendeteksi dan memantau adanya kerusakan jaringan, 

inflamasi dan menunjukan adanya penyakit (Hidriyah dkk, 2018).


G. METODE PEMERIKSAAN DARAH

Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk 

mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. Darah terdiri dari 

bagian padat yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), 

trombosit dan bagian cairan yang berwarna kekuningan yang disebut plasma. 

Pemeriksaan hematologi rutin dapat menentukan kualitas kesehatan, 

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu diagnosis dan memantau penyakit 

dengan melihat kenaikan dan penurunan jumlah sel darah (Bararah dkk, 2017).

Pada pemeriksaan darah lengkap, pengambilan sampel darah dilakukan 

dengan carapengambilan melalui darah vena dikarenakan parameter yang akan 

diperiksa jumlahnya banyak seperti: pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan 

eritrosit, pemeriksaan trombosit, pemeriksaan leukosit, pemeriksaan 

hematokrit, pemeriksaan LED dan lain – lain. Pengambilan darah vena 

dilakukan dengan cara menusukkan kulit dengan mengunakan spuit ke dalam 

lumen darah vena secara perlahan – lahan sampai jumlah yang dibutuhkan, 

kemudian masukkan kedalam tabung yang telah berisi antikoagulan 

(Gandasoebrata, 2008).

Antikoagulan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah 

pembekuan darah.Antikoagulan yang sering dipakai biasanya EDTA.EDTA 

(Ethylendiamine Tetraacetic Acid) yang berisi garam kalium (dipottasium 

ethylendiamine tetraacete, dipotassium versentate EDTA atau versene) dan garam natriumnya (sequestrene Na2). Adapun contoh antikoagulan lainnya 

yaitu, Trisodium sitrat, Double oksalat, Heparin, Natrium oksalat, Natrium 

florida (Gandasoebrata, 2008).

Pemeriksaan Darah Lengkap dengan Alat Hematology Analyzer

Auto Hematology Analyzer adalah alat untuk mengukur sampel berupa 

darah. Alat ini biasa digunakan dalam bidang kesehatan untuk membantu 

diagnosis penyakit diderita oleh pasien misalnya kanker, diabetes, dan lain –

lain. Alat ini digunakan untuk memeriksa darah lengkap dengan cara 

menghitung dan mengukur sel darah secara otomatis berdasarkan impedansi 

aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel – sel yang dilewatkan. Prinsip 

kerja dari alat ini yaitu pengukuran dan penyerapan sinar akibat interaksi sinar 

yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau sampel yang 

dilewatinya. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow cytometer. Flow 

cytometer adalah metode pengukuran jumlah dan sifat – sifat sel yang 

dibungkus oleh aliran cairan melalui celah sempit, ribuan sel dialirkan melalui 

celah tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu persatu, kemudian 

dilakukan penghitungan jumlah sel dan ukurannya (Mindray, 2006).

Pemeriksaan darah secara lengkap dengan menggunakan alat analisis 

sel darah automatik yaitu Beckman Counter Auto Hematology Analyzer

merupakan suatu penganalisis hematologi multi parameter untuk pemeriksaan 

kuantitatif maksimum 19 parameter dan 3 histogram yang meliputi WBC 

(White Blood Cell) Lymphocyte, Mid sized cell, Granulocyte, RBC (Red Blood 

Cell), HGB (Hemoglobin), MCV (Mean Cospular Volume), MCH (Mean 

Cospular Hemoglobin), MCHC (Mean Cospular Hemoglobin Concentration), 

HCT (Hematocrit), PLT (Platelet) dan lain – lainnya (Mindray, 2006).



BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. PRA ANALITIK

1. Persiapan pasien

Tidak memerlukan persiapan khusus


2. Persiapan sampel

a. Sampel darah EDTA sebaiknya tes dilakukan selambatnya 2 jam 

b. Sampel dapat disimpan 24 jam di dalam kulkas dengan suhu 4⁰ C

c. Anamnesis perlu diperhatikan riwayat perdarahan, obat yang diminum 

dan transfuse darah


3. Metode tes

Automatic


4. Prinsip pemeriksaan

Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow cytometer yaitu pengukuran 

jumlah dan sifat – sifat sel yang dibungkus oleh aliran cairan melalui celah 

sempit, ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian rupa 

sehingga sel dapat lewat satu persatu, kemudian dilakukan penghitungan 

jumlah sel dan ukurannya.


5. Alat dan bahan

a. Alat

1) Tabung reaksi

2) Alat automatik Hematology Analyzer

b. Bahan

1) Sampel darah EDTA 

2) Reagen 

a) Reagen Diluent digunakan pada proses perhitungan sel darah 

dan hitung jenis sel

b) Reagen Biolyse digunakan untuk melisiskan sel-sel darah dan 

menentukan konsentrasi Hb

c) Reagen cleaner digunakan sebagai bahan pembersih 


B. ANALITIK

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dilakukan pengambilan darah EDTA

3. Dihidupkan alat hematology analyzer dengan menekkan tombol on pada 

belakang bagian alat kemudian ditunggu beberapa menit hingga muncul 

tulisan “PASS” pada layar

4. Diletakkan tabung ke tempat yang sudah di sediakan dan ditekan tombol 

hingga darah masuk ke pipet kapiler alat

5. Ditunggu beberapa menit hingga keluar hasil kadar dari parameter yang 

diuji

6. Dibaca hasil pada layar alat dan dicatat di buku laporan laboratorium


C. PASCA ANALITIK



BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kegiatan praktikum Hematologi III ini dilakukan praktikum 

pemeriksaan darah rutin atau darah lengkap menggunakan cara automatic dengan 

menggunakan alat hematology analyzer. Pemeriksaan ini bertujuan untuk 

mengetahui hasil dari darah rutin seseorang serta dapat juga untuk membantu 

mendiagnosis penyakit pada seseorang.

Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk 

mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. Darah terdiri dari bagian 

padat yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), trombosit dan 

bagian cairan yang berwarna kekuningan yang disebut plasma. Pemeriksaan 

hematologi rutin dapat menentukan kualitas kesehatan, Pemeriksaan ini dilakukan 

untuk membantu diagnosis dan memantau penyakit dengan melihat kenaikan dan 

penurunan jumlah sel darah (Bararah dkk, 2017).

Pemeriksaan hematologi yaitu pemeriksaan darah rutin yang dapat 

dilakukan dengan cara manual dan dengan cara automatik yang mencakup 

parameter pemeriksaan seperti jumlah leukosit, jumlah eritrosit, jumlah trombosit, 

kadar hemoglobin, hematokrit, laju endap darah, pembuatan sediaan apusan darah, 

dan pemeriksaan sedimen darah. Pemeriksaan darah rutin dapat dilakukan dengan 

dua cara yakni cara manual dan cara automatic dengan menggunakna alat 

hematology analyzer. Pada praktikum pemeriksaan darah rutin kali ini kita 

menggunakan cara automatic menggunakan alat hematology analyzer.

Adapun prinsip dari metode automatic ini adalah Alat ini bekerja 

berdasarkan prinsip flow cytometer yaitu pengukuran jumlah dan sifat – sifat sel 

yang dibungkus oleh aliran cairan melalui celah sempit, ribuan sel dialirkan melalui 

celah tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu persatu, kemudian 

dilakukan penghitungan jumlah sel dan ukurannya.

Hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan 

digunakan. Alat yang digunakan pada pemeriksaan darah rutin kali ini adalah 

tabung reaksi dan alat hematology analyzer. Bahan yang digunakan yaitu sampel darah EDTA dan reagen pemeriksaan yang secar aotomatis telah diatur oleh alat 

(berada dalam alat).

Langkah pertama yang dilakukan adalah dilakukan pengambilan darah vena 

menggunakan spoit spoit 3 cc dan masukkan kedalam tabung EDTA. Sampel darah 

yang digunakan adalah darah EDTA, darah EDTA adalah darah yang diberikan 

antikoagulan untuk menghindari terjadinya pembekuan darah ketika pemeriksaan 

berlangsung.

Adapun cara kerja pemeriksaan darah rutin menggunakan alat hematology 

analyzer adalah sangat simple sekali yaitu dengan cara alat hematology analyzer

dihidupkan dengan menekkan tombol on pada belakang bagian alat kemudian 

ditunggu beberapa menit hingga muncul tulisan “PASS” pada layar, setelah itu 

diletakkan tabung ke tempat yang sudah di sediakan dan ditekan tombol hingga 

darah masuk ke pipet kapiler alat, ditunggu beberapa menit hingga keluar hasil 

kadar dari parameter yang diuji kemudian dibaca hasil pada layar alat dan dicatat 

di buku laporan laboratorium.

Pada hasil yang tampil di alat hematology analyzer terdapat tiga warna yaitu 

warna biru yang berarti nilainya rendah atau kurang dari normal, warna hitam 

berarti nilai tersebut berada pada range normal, dan merah berarti nilai tersebut 

tinggi atau lebih dari nilai normal.

Adapun hasil dari pemeriksaan darah rutin pada pasien pertama (Sampel 1)

yaitu didapatkan hasil pada nilai RBC (eritrosit) 5.13 10^6/uL yang berarti normal 

begitu pula untuk nilai indeks eritrosinya MCV 82.8 fL, MCH 28.8 pg dan MCHC 

nya 34.8 g/dL yang semuanya itu masih berada pada range nilai normalnya masing￾masing, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada kelainan pada eritrositnya. 

Kemudian untuk WBC (leukosit) hasilnya yaitu 10.0 10^3/uL yang bearti normal 

atau tidak ada kelainan pada sel leukositnya. Namun untuk jenis leukosit pada 

hasilnya disini ada kesalahan karena tidak ada proses diskriminasi, pada saat proses 

pengukuran alat mengalami kebingungan menghitung jenis leukosit karena sel-sel 

nya tidak bisa dibedakan. Hal ini dapat dibantu dengan melakukan diskriminasi 

secara manual.


Sedangkan untuk angka PLT (trombosit) yaitu kurang dari normal yakni 59 

10^3/uL. Angka tersebut sangat jauh dari nilai rujukan yang ada. Dengan adanya 

penurunan pada hasil platelet ini pasien dapat didiagnosis mengalami 

trombositopenia, kemungkinan kasus ini terjadi mungkin karena tromsitopenia 

murni atau mungkin juga trombositopenia yang terjadi disebabkan oleh penyakit 

DBD (Demam Berdarah Dengue). Tapi menurut WHO salah satu penanda 

seseorang terkena DBD jika terjadi hemokonsentrasi sehingga terjadi peningkatan 

pada nilai HCT (hematokrit) dan HGB (hemoglobin) pasien tersebut. Pada hasilnya 

mungkin fisiologi dari pasien pertama ini hemoglobinnya 11 atau rendah, namun 

karena adanya hemokonsentrasi sehingga nilai hemoglobinnya meningkat menjadi 

14.8 g/dL. Selain itu terjadi juga hemokonsentrasi pada HCT (hematokritnya) yang 

mungkin saja fisiologinya rendah menjadi meningkat menjadi 42.5%.

Sedangkan pembacaan hasil menurut histogram untuk PLT (trombosit) 

dapat dilihat histogramnya lebar sekali, hal ini disesuaikan dengan hasil PDW nya 

yaitu 21.1 yang artinya ada variasi platelet keci, sedang, besar dan besar sekali. 

Namun, didominasikan oleh platelet kecil dan juga sedang lumayan banyak. 

Asumsi sedang disini karena platelet atau trombosit ini pada usia muda ukurannya 

agak besar. 

Dari hasil yang ada, dapat disimpulkan untuk pasien pertama yaitu terjadi 

kondisi trombositopenia dengan platelet rendah yaitu 59.000/uL tapi secara 

morfologi ukurannya bervariasi.

Adapun hasil dari pemeriksaan darah rutin pada pasien kedua (Sampel 2)

yaitu, kita lihat dari hasil hemoglobin yaitu 12.4 g/dL, RBC 5.39 10^6/uL dan HCT 

38.8 % yang masih berada pada batas normal. Namun hasil indeks eritrosit yaitu 

MCV, MCH dan MCHC kurang dari normal atau rendah yang dapat menandakan 

terjadinya kondisi anemia mikrositik hipokrom yang dimana ukuran sel eritrositnya 

kecil serta warna selnya yang pucat jika dilihat dibawah mikroskop dengan 

menggunakan apusan darah tepi. Sementara untuk nilai trombosit atau platelet yaitu 

209.000/uL yang masih berada pada batas normal. Sedangkan untuk WBC 

(leukosit) mengalami peningkatan yaitu 12.000/uL yang berarti terjadinya kondisi 

leukositosis yang didominasikan dengan peningkatan jenis leukosit yaitu neutrophil 

yakni 92%. Serta terjadi penurunan pada limfosit dan mxd (basophil, eosinophil 

dan monosit). 

Dari hasil yang ada, dapat disimpulkan untuk pasien kedua ini terjadi 

kondisi leukositosis ringan dengan morfologi sel eritosit kecil-kecil dan pucat 

dengan neutrifilia.

Adapun faktor penyebab terjadinya kesalahan pada hasil dengan 

menggunakan alat hematology analyzer antara lain, yaitu:

1. Salah cara sampling dan pemilihan spesimen

2. Salah penyimpanan spesimen dan waktu pemeriksaan ditunda terlalu lama 

sehingga terjadi perubahan morfologi sel darah

3. Kesalahan tidak mengocok sampel secara homogeny, terutama bila tidak 

memiliki alat pengocok otomatis (nutator) maka dikhawatirkan tidak 

sehomogen saat sampel darah diambil dari tubuh pasien. Inilah kesalahan fatal 

yang sering terjadi pada pemeriksaan ini

4. Kehabisan reagen Lyse sehingga seluruh sel tidak dihancurkan saat pengukuran 

sel tertentu

5. Kalibrasi dan control tidak benar. Tidak melakukan kalibrasi secara berkala 

dan darah control yang digunakan sudah mengalami expired date tapi tetap 

dipakai karena menghemat biaya operasional

6. Carry over, homogenisasi dan voleume yang kurang. Untuk alat jenis open 

tube maka, penyebabnya adalah saat pada memasukkan sampel pada jarum 

sampling alat, misalnya jarum tidak masuk penuh ujungnyapada darah atau 

darah terlalu sedikit dalamm tabung atau botol lebar sehingga saat dimasukkan 

jarum tidak terendam seluruhnya. Untuk jenis close tube kesalahannya juga 

hampir sama, yaitu tidak memenuhi vlume minimum yang diminta oleh alat. 

Untuk tipe close tube menggunakan cara prediluent, perlu dikocok dahulu saat 

pengenceran darah dengan diluent

7. Alat atau reagen rusak. Alat dapat saja rusak bila suhu yang tidak sesuai 

(warning: Temperature Ambient Abnormal) dan kondisi meja yang tidak baik. 

Reagensia yang digunakan jelek dan mungkin terkontaminasi oleh udara luar 

karena packing yang jelek 

8. Hasil tidak normal tanpa ada peringatan (NO FLAGS) pada alat, misalnya ada 

catatan khusus berupa warning, misal platelets flag 

9. Hasil tidak normal dan kurang sesuai dengan sebelumnya atau klinis yang 

sedang terjadi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya diagnosis yang sesat

10. Diluar batas linier alat. Artinya bahwa hasil yang diukur tidak mampu dicapai 

oleh alat, misalnya kada leukosit yang sangat tinggi pada leukemia

11. Memang sampel tersebut ada kelainan khusus



BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan:

1. Untuk kasus pada pasien pertama yaitu terjadi kondisi trombositopenia 

yaitu platelet rendah yaitu 59.000/uL tapi secara morfologi ukurannya 

bervariasi.

2. Untuk kasus pada pasien kedua terjadi kondisi leukositosis ringan dengan 

morfologi sel eritosit kecil-kecil dan pucat dengan neutrofilia.


B. SARAN

Diharapkan untuk kedepannya pada proses praktikum, para praktikan 

dapat bekerja dengan lebih tenang dan teliti.



DAFTAR PUSTAKA

Bararah, S Azizi dkk. 2017. Implementasi Case Based Reasoning untuk Diagnosa 

Penyakit Berdasarkan Gejala Klinis dan Hasil Pemeriksaan Hematologi 

dengan Probabilitas Bayes (Studi Kasus: Rsud Rejang Lebong). 

Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Gandasoebrata, R. 2008. Penuntun Laboraturium Klinik. Cetakan Keempatbelas. 

Jakarta: Dian Rakyat. 

Gebretsadkan, Gebrewahd, ddk. 2015. The Comparison between Microhematocrit 

and Automated Methods for Hematocrit Determination. Ethiopia; 

Hawassa University College of Medicine and Health Sciences.

Handayani, Wiwik dan Haribowo, S Andi. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien 

dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Hidriyah, Silvia dkk. 2018. Perbandingan Nilai Laju Endap Darah (LED) Antara 

Metode Westergren dengan Metode Mikro ESR pada Penderita 

Tuberkulosis Paru. Banten: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan 

Banten.

Kurniawan, F Bakri. 2014. Hematologi Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta: EGC.

Maharani, R Dewi, dkk. 2017. Perbedaan Hitung Jumlah Trombosit Metode 

Impedansi, Langsung Dan Barbara Brown. Semarang: Universitas 

Muhammadiyah Semarang.

Mindray. 2006. BC- 2600 Auto Hematology Analyzer. China: Elsevier Saunders. 

Munzir, Abul. 2019. Perbandingan Kadar Hemoglobin Darah Atlet Sepak Bola di 

Dataran Tinggi (Malakaji F.C.) dan di Dataran Rendah (Electric PLN 

F.C.). Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Motulo, Y Cindy, dkk. 2015. Karakteristik Trombosit Pada Pasien Anak Dengan 

Infeksi Virus Dengue Di Manado. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Sukarmin, Mimin dan Iqlima, Dealitanti. 2019. Perbandingan Hasil Pengukuran 

Laju Endap Darah dengan Metode Manual dan Automatic. Jakarta: 

STIKES Kesetiakawanan Sosial Indonesia.

Sundari, Rini dkk. 2017. Perbedaan Parameter Hematologi pada Penderita 

Tuberkulosis Paru Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis Galur Beijing 

dengan Galur NonBeijing. Bandung: Universitas Padjajaran.


Uliyah, Musrifatul dan Hidayat, A Alimul. 2008. Praktikum Keterampilan Dasar 

Praktik Klinik. Jakarta; Salemba Medika.












Jumat, 03 April 2020

Tes Saring dan Tes Diagnostik

 HEMATOLOGI III

(Tes Saring dan Tes Diagnostik)


NAMA : NUR SYAFAH SAMAL

NIM : 18 3145 353 071

KELAS : 2018 B



PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2020






TES SARING

(Tes Darah Rutin)


1. Pemeriksaan Hemoglobin Metode Sahli

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Hemoglobin darah diubah menjadi hematin asam dengan bantuan HCl, 

kemudian kadar dari asam hematin diukur dengan membandingkan warna yang 

terjadi dengan warna standart dengan mata.


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Tabung sahli

 Standart sahli

 Pipet sahli

 Batang pengaduk.


b) Bahan

 Larutan HCl 0,1 N

 Aquadest

 Tissue

 Lancet

 Kapas alkohol 70%.


b. Analitik

1) Cara Kerja

a) Diisi tabung haemometer sahli dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda 2

b) Dilakukan pengambilan darah kapiler pada jari pasien

c) Dihisap darah kapiler dengan pipet sahli sampai tepat tanda 20 μl

d) Dihapus kelebihan darah yang melekat pada ujung luar pipet dengan kertas 

tissue seara hati-hati, jangab sampai darah dari dalam pipet berkurang

e) Dimasukkan darah tadi kedalam tabung sahli yang berisi larutan HCl tadi 

tanpa menimbulkan gelembung udara

f) Dibilas pipet sebelum diangkat dengan cara menghisap dan mengeluarkan 

HCl dari dalam pipet secara berulang-ulang sebanyak 3 kali

g) Ditunggu selama 5 menit untuk pembentukan hematin asam

h) Hematin asam yang terjadi diencerkan dengan aquadest setetes demi 

setetes sambil diaduk dengan pengaduk sampai didapat warna yang sama 

dengan warna standart

i) Dibaca kadar hemoglobin dengan melihat pada miniskus bawah larutan


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Laki-laki : 12-14 gr%

Perempuan : 13-16 gr%

Balita : 9-15 gr%

Bayi : 10-17 gr%

Wanita hamil : 10-15 gr%

Anak-anak : 11-16 gr%

Neonatus : 14-27 gr%


2. Pemeriksaan Hematokrit

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Darah dengan antikoagulan dalam tabung kapiler yang disentrifus dan volume 

dari prc dan presentase yang whole blood ditentukan dari sebuah grafik 

(Hematokrit reader) 


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Sentrifus hematokrit

 Hematokrit reader

b) Bahan

 Darah kapiler

 Lanset

 Pipet kapiler

 Kapas alkohol 70% 

 Dempul.


b. Analitik

1) Cara Kerja

a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Dilakukan pengambilan darah kapiler pada jari pasien dengan 

menggunakan lanse streril

c) Dihisap darah pada tabung mikro kapiler yang khusus dibuat untuk 

penetapan mikro hemtokrit dengan darah.

d) Ditutup salah satu ujung tabung dengan dempul

e) Dimasukkan tabung kapiler itu kedala sentrifus khusus dengan kecepatan 

16000 

rpm selama 3-5 menit

f) Dibaca hasil hematocrit dengan menggunakan alat hematocrit reader



c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Laki-laki : 40-48%

Perempuan : 37-43%

Wanita hamil :30-46%

Anak-anak : 31-45%

Balita : 35-44%

Bayi : 29-54%

Neonatus : 40-68%



3. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Darah diencerkan menggunakan larutan Turk kemudian dihitung menggunakan 

bilik hitung Imptoved Neubauer dengan bantuan mikroskop dalam 4 kotak 

besar. Jumlah sel leukosit dihitung dengan menggunakan faktor perhitungan 

yang telah ditentukan.


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Mikroskop

 Pipet thoma

 Tabung reaksi

 Mikropipet

 Kamar hitung Improved Neubauer

b) Bahan

 Sampel darah vena/kapiler

 Deck glass

 Larutan Turk

 Blue tip

 Yellow tip


b. Analitik

1) Cara Kerja

Metode Pipet Thoma

a) Dipipet darah menggunakan pipet thoma sampai tepat pada angka 0,5

b) Dibersihkan sisa darah yang menempel pada ujung pipet menggunakan 

tissue

c) Dipipet larutan turk dengan pipet thomat sampai angka 11

d) Dilepas selang penghisap dan tutup kedua ujung pipet thoma menggunakan 

jari tangan

e) Dihomogenkan larutan dalam pipet dengan cara mengocok secara perlahan 

pipet beberapa kali

f) Didiamkan pipet kurang lebih 3 menit agar sel leukosit terwarnai

g) Dibuang larutan 3-4 tetes sebelum memasukkannya kedalam improved 

neubauer

Metode Tabung

a) Sipipet 200 μl larutan turk kedalam tabung reaksi

b) Ditambahkan darah sebanyak 10 μl dan homogenkan

c) Didiamkan selam akurang lebih 3 menit agar sel leukosit terwarnai

Mengisi Kamar Hitung Improved Neubauer

a) Sibersihkan kamar hitung dengan tissue

b) Dipasang deck glass pada kamar hitung

c) Diletakkan pipet thoma untuk metode pipet thoma dan pipet tetes untu 

metode tabung pada bagian tepi kaca penutup

d) Diteteskan campuran turk dan darah secara perlahan

e) Biarkan larutan tersebut mengalir dengan gaya kapilaritasnya sampai 

memenuhi bagian dari kamar hitung

f) Diamkan beberapa menit agar sel mengendap

Pembacaan

a) Diposisikan meja mikroskop pada posisi paling rendah dan tutup 

kondensor

b) Diletakkan kamar hitung pada meja mikroskop

c) Gunakan perbesaran 40x10 (40 lensa objektid dan 10 lensa okuler) untuk 

menghitung jumlah leukosit

d) Sel leukosit dihitung pada 4 kotak besar ada bagian pojok kamar hitung


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

L/P = 4.000-10.000 per mm3



4. Pemeriksaan Laju Endap Darah

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Kecepatan endap darah atau laju endap darah adalah mengukur kecepatan 

sedimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam. Proses 

pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan 

darah ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah 

yang mengendap maka makin tinggi laju endap darahnya.


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Tabung reaksi

 Pipet westergreen

 Rak westergreen.

b) Bahan

 Sampel darah vena

 Larutan Natrium Citrat 3,8%.


b. Analitik

1) Cara Kerja

a) Dipipet Natrium Citrat 3,8% sebanyak 0,4 ml dan dimasukkan kedalam 

tabung reaksi

b) Dipipet darah sebanyak 1,6 ml dan homogenkan dengan larutan Natrium 

Citrat 3,8%

c) Dipipet larutan tersebut menggunakan pipet westergreen sampai angka 0

d) Diletakkan pipet westergreen pad arak westergreen dengan posisi tegak 

lurus dan posisikan skala angka pada pipet menghadap ke depan untuk 

memudahkan pembacaan hasil


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Laki-laki : 0-10 mm/jam

Perempuan : 0-15 mm/jam



5. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Setetes darah dibuat apusan ditas objeck glass lalu diwarnai dengan giemsa 

kemudian diperiksa dibawah mikroskop dan dihitung dalam 100 jenis sel 

leukosit, jumlah jenis sel leukosit dinyatakan dalam persen (%).


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Mikroskop

 Objeck glass

 Kaca pendorong (spreader)

 Pipet tetes

 Rak pewarna

b) Bahan

 Sampel darah

 Giemsa stock

 Methanol absolute

 Minyak Imersi


b. Analitik

1) Cara Kerja

Membuat Apusan Darah

a) Siapkan objeck glass yang bersih dan kering

b) Teteskan darah pada bagian ujung kanan

c) Terik mundur spreader sampai menyentuh tetesan darah, membentuk sudut 

25-30 derajat

d) Dorong spreader kearah kiri

e) Apusan yang bagus berbentuk seperti lidah kucing, halus dan rata dengan 

ujung apusan tidak pecah/robek

f) Keringkan apusan

Pewarnaan

a) Fiksasi apusan dengan metahanol absolute selama 2-3 menit

b) Genangi dengan pewarna giemsa yang sudah diencerkan (1 bagian giemsa 

stock dengan 9 bagian aquadest) selama 10-15 menit

c) Buang zat warna dan bilas pada air mengalir

d) Keringkan


Pembacaan

a) Letakkan apusan pada meja benda mikroskop

b) Atur pencahayaan sesuai dengan perbesaran yang digunakan

c) Periksa dengan menggunakan perbesaran 100x10 (objektif 100x dan okuler 

10x) dengan bantuan oil imersi atau 40x10 (objektif 40x dan okuler 10x)

d) Hitung jenis leukosi dalam 100 jenis sel

e) Laporkan hasil dengan satuan persen (%)


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Eosinophil : 1-3%

Basofil : 0-1%

N. Batang : 2-6%

N. Segmen : 50-70%

Limfosit : 20-40%

Monosit : 2-8%



6. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Darah diencerkan dengan larutan Hayem kemudian dibaca menggunakan 

kamar hitung improved neubauer dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10 

(40 lensa objektf dan 10 lensa okuler) dalam 5 kotak sedang bagian tengah


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Mikroskop

 Pipet thoma

 Mikropipet

 Kamar hitung improved neubauer

 Pipet tetes

 Tabung reaksi.

b) Bahan

 Sampel darah vena

 Larutan hayem

 Tissue

 Deck glass

 Blue tip

 Yellow tip


b. Analitik

1) Cara Kerja

Metode Pipet Thoma

a) Dipipet darah menggunakan pipet thoma sampai tepat pada angka 0,5

b) Dibersihkan sisa darah yang menempel pada ujung pipet menggunakan 

tissue

c) Dipipet larutan hayem dengan pipet thoma sampai angka 101

d) Dilepas selang penghisap dan tutup kedua ujung pipet thoma menggunakan 

jari tangan

e) Dihomogenkan larutan dalam pipet dengan cara mengocok secara perlahan 

pipet beberapa kali

f) Didiamkan pipet kurang lebih 3 menit agar sel eritrosit terwarnai

g) Dibuang larutan 3-4 tetes sebelum memasukkannya kedalam improved 

neubauer


Metode Tabung

a) Sipipet 200 μl larutan hayem kedalam tabung reaksi

b) Ditambahkan darah sebanyak 10 μl dan homogenkan

c) Didiamkan selam akurang lebih 3 menit agar sel eritrosit terwarnai

Mengisi Kamar Hitung Improved Neubauer

a) Dibersihkan kamar hitung dengan tissue

b) Dipasang deck glass pada kamar hitung

c) Diletakkan pipet thoma untuk metode pipet thoma dan pipet tetes untu 

metode tabung pada bagian tepi kaca penutup

d) Diteteskan campuran hayem dan darah secara perlahan

e) Biarkan larutan tersebut mengalir dengan gaya kapilaritasnya sampai 

memenuhi bagian dari kamar hitung

f) Diamkan beberapa menit agar sel mengendap


Pembacaan

a) Diposisikan meja mikroskop pada posisi paling rendah dan tutup 

kondensor

b) Diletakkan kamar hitung pada meja mikroskop

c) Gunakan perbesaran 40x10 untuk menghitung jumlah eritrosit

d) Sel eritrosit dihitung pada 5 kotak sedang.


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Laki-laki : 4,5-5,5 juta/mm3

Perempuan : 4-5 juta/mm3



7. Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit

a. Pra Analitik

1) Persiapan pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Perispan sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip tes

Darah diencerkan dengan larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue yang 

akan mengecat trombosit menjadi berwarna gak biru muda. Kemudian 

trombositnya dihitung dengan menggunakan kamar hitung.


4) Alat dan bahan

a) Alat

 Haemocytometer

 Mikroskop

 Cawan petri

 Gelas kimia

 Pipet tetes

 Rak tabung

 Tourniquet

b) Bahan 

 Darah vena

 Larutan rees ecker

 Tabung EDTA

 Spoit 3 cc

 Alkohol 70%

 Plester

 Kapas

 Tissue 


b. Analitik

a) Cara kerja

b) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

c) Diambil darah vena dengan spoit 3 cc

d) Dihisap larutan rees ecker kedalam pipet eritrosit sampai garis tanda 1 dan buang 

lagi cairan itu

e) Dihisap darah sampai tanda 0,5 dan larutan rees ecker sampai tanda 101. 

Segeralah kocok secara horizontal selama 3 menit

f) Diambil kamar hitung improved neubauer yang bersih, letakkan kamar hitung 

ini dengan kaca penutup terpasang mendatar diatasnya

g) Dikocok kembali pipet yang diisi tadi kemudian buanglah 4-5 tetes pertama dan 

segera sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30 derajat pada permukaan kamar 

hitung dan menyinggung pinggir kaca penutup, biarkan kamar hitung terisi 

secara perlahan dengan sendirinya

h) Diinkubasi kamar hitung yang terisi tadi didalam cawan petri selama 10 menit 

agar sel trombosit dapat mengendap

Dihitung jumlah trombosit dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 

40x dan hitung pada 5 bidang sedang

A

c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

P/L = 150.000 – 450.000 /μl darah




Tes Diagnostik

1. Tes Apusan Darah Tepi

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Suatu apusan tipis dibuat dengan meletakkan setes (kecil saja) darah pada kaca 

objek, diratakan sedemikian sehingga terbentuk apusan yang tipis (hanya 

selapis), selanjutnya apusan darah tipis tersebut dipulas dengan pewarna 

giemsa.


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Mikroskop

 Objeck glass

 Kaca pendorong (spreader)

 Pipet tetes

 Rak pewarna

 Timer

b) Bahan

 Sampel darah

 Giemsa stock

 Methanol absolute

 Minyak Imersi


b. Analitik

1) Cara Kerja

Pembuatan Apusan

a) Pegang ujung jari tangan pasien dan sentuhkan sedikit pada salah satu 

ujung kaca objek, darah yang diperlukan cukup setetes saja, kira-kira 

dengan diameter 4 mm (Gbr 9.65)

b) Gunakan satu tangan untuk ,e,egang kac aobjek, sementara tangan satunya 

memegang keca-pengapus yang diposisikan tepat didepan tetesan darah 

pada kaca objek (Gbr 9.66)

c) Geser mundur kaca pengapus tersebut hingga menyentuh tetesan darah 

(Gbr 9.67)

d) Biarkan darah menyebar di sepanjang tepi kaca pengapus (Gbr 9.68)

e) Geser kaca pengapus sampai ujung kaca objek, lakukan dalam satu gerakan 

mantap (Gbr 9.69) tetesan darah harus sudah habis sebelum mencapai 

ujung kaca objek). Penggeseran ini harus dilakukan lebih cepat sewaktu 

membuat apusan darah pasien dengan anemia

f) Apusan yang bagus akan tampak seperti pada gambar 9.70 (a).

g) Keringkan apusan

Pewarnaan

a) Fiksasi apusan dengan metahanol absolute selama 2-3 menit

b) Genangi dengan pewarna giemsa yang sudah diencerkan (1 bagian giemsa 

stock dengan 9 bagian aquadest selama 10-15 menit

c) Buang zat warna dan bilas pada air mengalir

d) Keringkan



c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Apusan yang baik memiliki ciri-ciri:

 Tidak boleh terdapat garis-garis yang melewati atau berada dibawah apusan

 Ujung apusan harus halus dan rata, tidak kasar (bergerigi) dan bergaris-garis

 Apusan tidak bleh terlalu panjang

 Apusan tidak boleh terlalu tebal

 Apusan tidak boleh tampank berlubang-lubang (apusan bisa tampak 

berlubang-lubang karena kaca objek yang dipakai berminyak)

 Apusan yang bagus berbentuk seperti lidah kucing, halus dan rata dengan 

ujung apusan tidak pecah/robek


2. Tes Hitung Retikulosit

a. Pra Analitik

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan Sampel

Tidak ada persiapan khusus


3) Prinsip Tes

Granula-granula yang halus pad aretikulosit dapat diwarnai dengan biru kresil. 

Apusan darah dipulas dengan pewarna ni dan sejumlah eritorsit diamati 

dibawah mikrosko. Melalui pemeriksaan mikroskopik ini, ditentukan jumlah 

retikulosit per liter darah atau proporsi retikulosit terhadap eritrosit.


4) Alat dan Bahan

a) Alat

 Mikroskop

 Kaca objek

 Kaca pengapus

 Tabung reaksi

 Rak tabung reaksi

 Corong

 Dua pipet pasteur, dengan karet pengisapnya

 Tally counter (manual)

 Pipet tetes

b) Bahan

 Sampel darah kapile/vena EDTA

 Kertas saring

 Larutan cresyl blue jenuh


b. Analitik

1) Cara Kerja

a) Masukan sedikit larutan cresyl blue kadalam tabung reaksi melalui corong 

(disaring). Dengan pipet, ambil sedikit larutan cresyl blue yang sudah 

disaring dan masukkan dua tetes pada dasar tabung reaksi yang lain (Gbr 

9.108)

b) Dengan pipet Pasteur, isap beberapa tetes darah kapiler (Gbr 9.109) atau 

bisa juga memakai darah vena, yang diberi antikoagulan dan sudah 

tercampur rata

c) Masukkan dua tetes darah kedalam tabung yang berisi larutan cresyl blue 

tadi

d) Kocok tabung pelan-pelan untuk menghomogenkan larutan yang ada 

didalamnya. Pipet setets larutan tersebut dan pindahkan ke kaca objek 

untuk membuat apusan

e) Dengan kaca pengapus, buat apusan tipis dari tetesan tersebut, kemudian 

diamkan apusan hingga kering.

f) Periksa apusan dengan objekti 100x, memakai minya imersi. Amati bagian 

ujung apusan tempat eritrosit-eritrosit terpisah satu sama lain; eritorsit akan 

tampak berwarna biru pucat. Periksa minimal 100 eritrosit, hitung dengan 

teliti jumlah eritrosit total dan jumlah retikulosit yang ditemukan di 

antaranya.


Perhitungan

Untuk menghitung konsentrasi jumlah retikulosit, kita harus terlebih dulu 

menentukan konsentrasi jumlah eritrosit total. Kalau C adalah konsentrasi 

jumlah eritrosit total dan n adalah jumlah retikulosit yang ditemukan diantara 

500 eritrosit, konsentrasi jmlah retikulosit adalah C x 2n x 109/l.


c. Pasca Analitik

Nilai Rujukan :

Tabel interpretasi hasil konsentrasi jumlah retikulosit dan fraksi jumlah 

retikulosit berdasarkan kelompok usia:




3. Tes Fe Serum dan TIBC (Total Iron Binding Capacity)
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien
Pasien dianjurkan untuk menghentikan terapi oral Fe minimal 12 jam sebelum 
dilakukan sampling.

2) Persipan sampel
a) Dilakukan penngambilan darah vena menggunakan tabung vakum tutup 
merah, darah yang diambil didiamkan selama 15-20 menit pada suhu 
kamar. Kemudian sampel tersebut disentrifus salama 5 menit dengan 
kecepatan 5000 rpm. Pastikan tidak ada bekuan. Pisahkan serum kewadah 
lain, dambil dengan menggunakan pipet tetes secara berhati-hati agar tidak 
tercampur dengan sel darah
b) Tabung yang digunakan disposable plastic atau jika menggunakan 
glassware harus dicuci dengan detergen, direndam dalam HCl 2 mol/L 
selama 12 jam dan selanjutnya dibilas dengan iron-free water.

3) Prinsip tes
a) SI (Serum Iron)
Besi ferro direaksikan dengan larutan kromogen akan membentuk komplek 
warna.

b) TIBC = serum iron + UIBC
Serum ditambahkan kelebihan besi (Ferri klorid). Besi yang tidak terikat 
transferrin akan diabsorbsi oleh magnesium carbonate, kemudian kadar 
besi serum diukur.

4) Alat dan bahan
a) Alat
 Tabung reaksi
 Sentrifus
 Spektrofotometer
 Pipet tetes

b) Bahan
(1) Reagen TIBC
 Basic magnesium carbonate
 Saturating solution (100 μmol Fe/L)
Tambahkan 17,7 ml deionized water, 100 μL HCl 1 mol/L, 100 
μL larutan standar. Saturating iron solution mengandung 5,6 μg 
Fe/mL, kemudian dicampur. Stabil dalam 2 bulan pada suhu 
ruangan 
(2) Reagen SI
 Protein precipitant
Dalam 45 ml HCl 1 mol/L dtambahkan 5 ml larutan trichloracetic 
acid 6,1 mol/L, kemudian ditambahkan lagi dengan 200 mg 
ascorbic acid dan campur
 Larutan kromogen
Larutkan 25 mg ferrozine dalam 100 ml sodium acetate 1,5 mol/L. 
kemudian disimpan dalam tempat gelap selama 4 minggu.
 Larutan standar 80 μmol/L
 Tambahkan 200 μL HCl 2 mol/L dalam 22,1 ml deionized 
water, dan campur. Kemudian tambahkan 100 μL larutan 
standar besi (1000 Vg Fe/mL dalam 1% HCl) dan campur. 
Stabil hingga 2 bulan pada suhu ruangan.

b. Analitik
1) Cara kerja
a) SI (Serum Iron)
(1) Disiapkan 3 tabung dengan ketentuan:
(a) Tabung 1 untuk sampel, berisi 0,5 ml serum dan 0,5 ml protein 
presipitant
(b) Tabung 2 untuk standar, berisi 0,5 ml larutan standar dan 0,5 ml 
protein presipitant
(c) Tabung 3 untuk blanko, berisi 0,5 ml iron free water dan 0,5 ml 
protein presipitant
(2) Dihomogenkan larutan dan tunggu selama 5 menit
(3) Disentrifus dengan kecepatan 13.000 g selama 4 menit
(4) Diambil supernatant dari sampel dan pindahkan ke tabung lainnya
(5) Pada ketiga tabung (sampel (supernatant), standar dan blank) masing￾masing ditambahkan 0,5 ml larutan kromogen.
(6) Dihomogenkan dan tungggu selama 10 menit
(7) Dibaca absorbans pada panjang gelombang 562 nm
(catatan : jika menggunakan plasma EDTA maka terjadi perubahan 
warna yang lambat, dan harus ditunggu selama 15 menit sebelum dikur 
absorbansinya).

b) TIBC
(1) Dimasukkan 0,5 ml serum dalam tabung dan tambahkan 0,5 ml 
saturating iron solution
(2) Dihomogenkan dan diamkan selama 15 menit pada suhu ruangan
(3) Ditambahkan100 mg magnesium carbonate kemudian dikocok
(4) Diamkan selama 30 menit (sekali-kali dikocok)
(5) Disentrigus 13.000 g selama 4 menit
(6) Diambil 0,5 supernatantnya
(7) Kemudian Diperiksan seperti pemeriksaan SI

Nilai rujukan
a) SI
: 10-30 μmol/L
Kalkulasi :
Serum iron (μmol/L) = 𝐴 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘/
𝐴 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘
𝑥 80

b) TIBC :47-70 μmol/L

c. Pasca Analitik
Interpretasi hasil
a) SI (Serum Iron)
 Normal fluktuasi lebar dan memperlihatkan variasi diural
 Tidak terpengaruh sampai cadangan besi habis
 Pada anemia kronik, penurunan SI diikuti dengan peningkatan cadangan 
besi
b) TIBC
 Penurunan TIBC dan saturasi TIBC lebih besar pada defisiensi besi karena 
penyakit sistemik dibanding pada defisiensi besi

4. Tes Coomb’s (Direct Aglutimation)

a. Pra Analitik

1) Persiapan pasien

Tidak adapersiapan khusus


2) Persipan sampel

Terlebh dahulu harus mengetahui jenis golongan darah serta Rhesus darah

pasien yang akan diperiksa


3) Prinsip tes

Anti Human Globulin (AHG) yang diperoleh dari immunized non human 

species berikatan dengan IgG atau komplemen yang bebas pada serum atau 

yang melekat pada antigen sel darah merah. Antigen yang sudah coated dengan 

antibody inn vivo + anti human globulin membentuk aglutinasi.


4) Alat dan bahan

a) Alat

 Tabung reaksi

 Beaker glass

 Sentrifus

 Pipet tetes

 Tissue

b) Bahan

 NaCl 0,9%

 Sampel darah

 Aquadest

 AHG (Anti Human Globulin)


b. Analitik

1) Cara kerja

a) Sampling darah vena 3 cc dengan antikoagulan EDTA

b) Sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit

c) Pisahkan sel bekuan dengan plasma

d) Dicuci sel sebanyak 3x dengan larutan saline

e) Disentrifuge kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
f) Lakukan sebanyak 3x pencucian
g) Membuat sel 5%, 1 tetes sel yang sudah dicuci ditambah 19 tetes saline 
0,9%
h) Dihomogenkan
i) Siapkan 2 tabung sebagai tabung 1 dan tabung AK, pada maing-masing 
tabung ditambah 1 tetes sel 5%
j) Dilakukan pencucian sel pada kedua tabung sebanyak 3xyang disentrifus 
dengan kecepatan 3000 rpm selama 2-3 menit
k) Pada tabung 1 yang telah dicuci, ditambahkan 2 tetes AHG
l) Pada tabung AK yang telah dicuci, ditambahkan 2 tetes saline
m) Disentrifuge kedua tabung dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit
n) Dibuang supernatant dengan cepat
o) Diamati sel secara makroskopis dan mikroskopis
2) Nilai rujukan
Normalnya pada pemeriksaan Coomb’s Direk adalah tidak terjadi aglutinasi 
atau menimbulkan hasil negatif.

c. Pasca Analitik
Interpretasi hasil
Positif (+) : terjadi aglutinasi, yang berarti sensitasi human IgG
Negatif (-) : tidak terjadi aglutinasi

5. Tes Elektroforesis Hemoglobin
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus yang diperlukan. Namun, jika pasien memiliki 
riwayat transfusi darah dalam 3 bulan terakhir, tingkat hemoglobin dapat diubah 
sehingga pasien perlu untu memberitahukan hal ini ke dokter.

2) Persiapan sampel
Tidak ada persiapan khusus

3) Prinsip tes
Pemisahan molekul-molekul bermuatan positif dan / atau negatif berdasarkan 
ph serta menggunakan tegangan listrik yang tinggi. Metode ini mampu 
mendeteksi hemoglobin varian dengan lebih detail berdasarkan elektroofresisi 
zona kapiler (capillary zone electrophoresis) serta tingkat presisi dan akurasi 
tinggi untuk kuantifikasi hemoglobin varian.

4) Alat dan bahan
a) Alat
 Power supply
 Gel drier
 Perangkat lunak Hellabioscan atau Densitometer
 Miropipet
b) Bahan
 Kit elekroforesis hemoglobin
 Staining-distaining baths
 tip

b. Analitik
1) Cara kerja
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Nyalakan power supply dan gel drier
c) Keluarkan agarose dari kemasannya, buka dari plastic plate dan letakkan di 
bagian belakang plate
d) Blot gel dengan strip blotter di zona aplikasi sampel. Tempatkan contoh 
template di zona aplikasi dengan hati-hati
e) Gosok template dengan jari telunjuk dengan lembut untuk menghilangkan 
gekembung udara yang terperangkap
f) Pipet 5μL setiap sampel disepanjang cela dan biarkan menyerap selama 40-
50 detik
g) Bilas hemolisis berlebih dengan strip penghapus gel
h) Keluarkan baik-baik contoh template dan strip tinta gel dan buang
i) Letakkan gel pada gel carrier
j) Isi chamber elektroforesis dengan volume buffer elektroforesis yang 
memadai
k) Tempatkan gel carier ke dalam tangki elektroforesis dengan sampel di sisi 
katoda. Jalankan selama 20 menit/ 200 volt
l) Setelah prosedur elektroforesis gel, lepaskan gel dari tanki elektroforesis, 
dan letakkan gel di gel drier
m) Setelah itu, masukkan gel ke dalam wadah gel dan warnai slama 5 menit
n) Dekolorisasi gel selama 5 menit dalam tiga rendaman larutan yang 
menyaring, selanjutnya keringkan kembali gel, bersihkan dengan baik 
bagian belakang film
o) Mengevaluasi hasil dengan Hellabioscan atau dengan densitometer

2) Nilai rujukan
Bayi : HbF : 60-90%, HbA : 10-40%
Dewasa : HbF: <1-2%, HbA2: <3,5%, HbA: >95%

c. Pasca Analitik
Interpretasi hasil
Peningkatan HbF pada individu dewasa dapat meningkat pada:
 Hereditary persisten fetal hemoglobin sintesis HbF menetap tinggi hingga 
dewasa
 B thalassemia sebagai kompensasi penurunan jumlah HbA dapat ditemukan 
pada:
a) Anemia aplastic kongenital
b) Aplastic sel darah merah kongenital
c) Leukemia mielomamonositik kronik juvenile
d) Sindroma mielodiplastik
e) Stress eritropoesis (hemolisis, perdarahan, recorvery dari gagal sumsum 
tulang akut)
f) kehamilan


6. Evaluasi Sumsum Tulang (pada tulang iliaka)
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien
a) Informed consent yang menjelaskan kepada pasien mengenai langkah￾langkah pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, termasuk risiko nyeri yang 
mungkin terjadi serta memastikan tidak ada penyakit yang menjadi 
kontraindikasi pemeriksaan sumsum tulang. Sebaiknya pasien juga 
dijelaskan jika terjadi rasa tidak nyaman, sebaiknya pasien tetap berada 
pada posisitetap dengan gerakan yang minimal agar prosedur tindakan 
selesai dalam waktu singkat. Menjawab keraguan pasien dan semua 
pertanyaan dan keraguan sebelum tindakan untuk mengurangi tingkat 
kecemasan pasien
b) Melakukan pemeriksaan darah lengkap, nilai retikulosit, apusan darah tepi, 
faktor pembekuan darah seperti proyhrombin time (PT), international 
normalized ratio (INR), activated partial thromboplastin (aPTT) untuk memastikan tidak ada risiko perdarahan saat prosedur dilaksanakan. Jika 
terdapat gangguan faktor koagulasi pada pasien, sebelum tindakan aspirasi 
sumsum tulang sebaiknya diterapi terlebih dahulu. 
c) Untuk pasien yang mengkonsumsi beberapa obat yang menimbulkan efek 
anti pembekuan darah, sebaikanya dihentikan satu minggu sebelum 
prosedur dilaksanakan
d) Memastikan status imun pasien untuk menyingkirkan risiko infeksi seperti 
akibat prosedur yang dilaksanakan seperti pada Human Immunodefisiensi 
Virus (HIV), penyakit defisiensi autoimun yang bersifat bawaan seperti 
wiskott Aldrich syndrome atau pada penggunaan obat imunosupresi
e) Pastikan pasien tidak memiliki reaksi hipersensitivitas terhadap bahan 
anestesi lokal
f) Menyingkirkan beberapa risiko yang meningkatkan kerapuhan tulang 
seperti riwayat operasi pada tulang, terapi radiasi dan kemoterapi serta 
risiko terjadinya fraktur patologis seperti pada osteoporosis dan multiple 
myeloma. Riwayat menderita keganasan sebelumnya yang berisiko 
menimbulkan metastasis ke tulang. Menilai faktor yang menimbulkan 
risiko terjadinya anomaly pada komponen darah seperti status nutrisi dan 
alkoholisme

2) Persiapan sampel
Tidak ada persiapan khusus

3) Prinsip tes
Aspirat sumsum tulang dilakukan dengan memasukkan sebauh jarum melalui 
lapisan tulang luar ke aalam rongga sumsum dan menyedot getah sampel 
sumsum untuk pemeriksaan.

4) Alat dan bahan
a) Alat
 Pisau scalpel 15
 Mallet
 Jarum trocar dan kanul BMA
b) Bahan
 Antikoagulan dalam tabung EDTA (jika specimen tidak segera langsung 
dibuat dalam bentuk slide)
 Spuit 30 cc
 Spuit 5 ml atau 10 ml (untuk anestesi)
 Jarum 22 dan 25 (untuk menyuntik anestesi)
 Bahan untuk anestesi lokal (larutan buprenorphine 0,5% dan lidokain 
hidroklorida 2%)
 Handscoon
 Cairan antiseptic (povidone iodin atau klorheksidin glukonas)
 Alkohol swab
 perekat elasoplas (1, 3-5)


b. Analitik
1) Cara kerja
Praprosedural
a) Posisi pasien disiapkan dalam posisi lateral decubitus dengan tangkai atas 
berada dalam keadaan akstensi
b) Monitor tanda vital pasien, oksimetri dan keadaan sedasi jika prosedur 
dilakukan pada anak
c) Singkirkan semua pelapis dan pakaian yang menutupi sumsum tulang agar 
prosedur yang dilaksanakan tetap steril
d) Pastikan posisi pasien dalam keadaan lateral delubitus atau pronasi. Seorang 
perawat atau asisten juga dapat membantu agar pasien tetap bertahan dalam 
posisi yang sama. Untuk pasien anak dapat dibantu oleh orang tuanya
e) Menentukan lokasi aspirasi tulang dengan menandai lokasi tersebut dengan 
marker
f) Menyiapkan bahan anestesi dalam spuit untuk tindakan anestesi dengan 
larutan lidokain
g) Mengisi spuit 20 ml dengan EDTA untuk pemeriksaan sitology, jika untuk 
keperluan sitogenetika menggunakan larutan heparin
h) Tindakan asepsis dan antisepsis lokasi aspirasi menggunakan kasa steril 
yang dibasahi cairan povidone iodin 10% atau klorheksidin dengan gerakan 
memutar (sentrifugal), dimulai dari tempat yang ditandai menuju keluar 
sampai kira-kira 8-9cm
i) Memasang duk steril (1,2,5,7)

Anestesi
a) Lakukan tindakan anestesi dengan lidokain 2%. Luas area yang dioleskan 
sebaiknya berdiameter 3-4cm
b) Untuk penggunaan larutan lidokain, tindakan anestesi dilakukan dengan 
menginjeksikan 0,5 cc lidokain 1% dengan spuit 10 ml dan jarum berukuran 
25 tepat dibawah kulit (intradermal) selanjutnya dengan jarum ukuran 22 
untuk penetrasi kejaringan subkutan dan menembus periosteum. Sebelum 
menyuntikkan sebaiknya dilakukan aspirasi. Untuk pasien anak, tindakan 
anestesi dilakukan dengan anestesi umum
c) Untuk memastikan dosis anestesi sudah adekuat dapat dilakukan dengan 
menusukka jarum suntik secar aperlahan pad akulit. Jika nyeri tajam masih 
terasa dosis lidokain dapat ditambahkan

Prosedural pada Tulang Iliaka Anterior
a) Melakukan penetrasi jarum aspirasi dengan tegak lurus dan gerakan 
memutar ke kiri dan kanan kearah bawah secara lembut menembus kulit 
sampai membentur tulang dan memasukkannya menembus periosteum
b) Mencabut mandrain dan memasang spuit 20 ml
c) Melakukan aspirasi secara perlahan namun pasti. Untuk spesume yang
digunakan untunk pemeriksaan sitomorfologi dan imunophenotiping 
maksimal 5 ml
d) Cabut spoit dan biarkan jarum
e) Tetskan aspirat secukupnya ke kaca objek dan ratakan diatas kaca objek. 
Pastikan apakah terdapat partikel sumsum tulang
f) Jika specimen sudah benar, sisa aspirat dimasukkan ke dalam botol koleksi 
dan dikirim ke laboratorium
g) Memasang spuit 20 ml yang telah dibasahi heparin untuk mendapatkan 
specimen untuk pemerikaan sitogenetika
h) Lakukan tindakan aspirasi sebanyak maksimal 5 ml seperti cara sebelumnya
i) Mencabut jarum aspirasi perlahan-lahan dengan cara diputar sama seperti 
pada saat memasukkannya
j) Memberikan tekanan pada daerah aspirasi selama minimal 5 menit
k) Menutup bekas luka tusukan jarum dengan kasa steril dan plester
l) Merapikan alat dan membuang bahan medis habis pakai ke tempat sampah 
medis
m) Untuk menghilangkan rasa cemas dan meningkatkan kepercayaan pasien, 
stelah prosedur dilaksanakan kita dapat memberikan pujian terhadap kerja 
sama pasien selama tindakan
n) Specimen yang telah ada, sesegera mungkin dilakukan pewarnaan untuk 
evaluasi lanjutan. Pewarnaan yang dignakan adalah pewarnaan May￾Grunwald-Giemsa
o) Lepas handscoon dan cuci tangan

c. Pasca Analitik
Interpretasi hasil
Tabel hitung jenis sel berinti di sumsum tulang



7. Tes Kadar Asam Folat/Vitamin B12 Plasma

a. Pra Analitik

1) Persiapan pasien

Untuk kadar asam folat pasien dianjurkan puasa 12 jam. Untuk kadar vitamin 

B12 plasma tidak ada persiapan khusus


2) Persiapan sampel

Serum dan plasma heparin


3) Prinsip tes

Menggunakan derivate dari luminol dengan peroksida dan H2O2 (atau sistem 

enzimatik lainnya yang menghasilkan H2O2 seperti oksidasie glukosa atau 

uricase) ditambah penambah (turunan dari fenol, sperti piodofenol), yang 

meningkatkan emisi cahaya samapai 2.800 kali.


4) Alat dan bahan

a) Alat

 Mikropipet

 Sentrifuge

 Microplate reader set

b) Bahan

 Serum/plasma

 Tabung EDTA

 Larutan Biotin antibody

 Tip


b. Analitik

1) Cara kerja

a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Darah vena yang telah diperoleh kemudian dimasukkan kedalam tabung 

yang menggunakan EDTA

c) Untuk endapatkan plasma, darah disentrifuge selama 15 menit dengan 

kecepatan 100 x g pada suhu 2-8 derajat C dalam waktu 30 m3nit

d) Dipipet plasma dalam control sebanyak 50μL, dipipet kedalam microplate. 

Segera tambahkan well microplate masing-masing dengan 50μL larutan 

biotin antibody

e) Inkubasi selama 45 menit pada suhu 37 derajat C kemudian homogenkan 

hingga terlihat seragam

f) Setiap well dicuci 3 kali dalam wadah buffr sebanyak 350μL, lalu buang 

cairan dalam well, masing-masing well ditentukan segera dengan 

menggunakan microplate reader set pada panjang gelombang 450 nm.


c. Pasca Analitik

Nilai rujukan : 300-300 mcg/hari